Oleh : Anton Kayame
Ketenaran OTSUS
Papua,menjadi bahan perbincangan elit politik,melihat dengan akan berakhirnya
di Tahun 2021 ini. Implementasi
Otsus terhadap rakyat Papua dianggap gagal, sebab Otsus berdiri untuk
mensejahterakan masyarakat,namun sebaliknya Otsus berdiri untuk menghancurkan
masyarakat Papua.
Realisasi anggaran Otsus
diperuntukkan bagi para oknum tertentu. Eksistensi penggunaan dana yang tidak
merata, membuat masyarakat tidak berkenan untuk melanjutkan. Bukan hanya karena
itu tetapi Otsus membawakan malapetaka bagi
rakyat, sudah diketahui oleh seluruh
lapisan masyarakat melihat realita yang sudah terjadi sejak tahun 2001 hingga
kini.
Dalam konteks pelanggan
HAM, ketidakadilan dan demokrasi yang tidak sehat. Rakyat Menuntut untuk tidak
dilanjutkan namun sebaliknya Otsus akan dilanjudkan dengan syarat UU Otsus
direvisi pemekaran diperbanyak dan dananya ditambah.
Hari senin,12 Juli 2021
Pansus Otsus DPR RI dan Pansus Otsus DPD
RI bersama Kemenkeu, Kemendagri,dan Kemenkopolhukam sudah melakukan rapat kerja
yang membahas mengenai pemekaran wilayah Papua menjadi beberapa provinsi dan
pendayagunaan sumber penggunaan dana serta Penambahan dana Otsus. Hal ini
membuktikan OTSUS akan dilanjutkan walaupun masyarakat tolak. Yang menjadi
pertanyaan besar adalah apakah masyarakat sudah setuju untuk tidak, seharusnya
pempust bersikap secara adil dan terbuka
dalam mengantongi aspirasi masyarakat Papua.
Para Dewan Otusan Rakyat Papua di Senayan, seenaknya Duduk disofa dan ya ya saja dalam setiap pembahasan pasal dan ayat yang di susun dalam Materi Raker. Alasannya sangat jelas rancangan Penyusunan DIV tidak libatkan masyarakat Papua dan pastinya ada sogokan para berjas,sehingga terjadilah sedemikian.
KEHANCURAN
MANAJEMEN PEMERINTAH PAPUA
Berawal dari dualisme
Sekda Versi Papua dan Jakarta,dimana sebelumnya Plt.Sekda Papua adalah Doren
wakerwa juga sebagai Asisten 1 sekda Papua, dikarenakan masa Plt berlaku hanya 6 bulan,Wakil gubernur
Papua.Alm.Klemen Tinal melantik kembali Doren wakerwa sebagai Plt sekda,pada
hari yang sama Kemendagri Tito Karnavian, melantik Dance Yulian Plassy sebagai
Sekda definitif,atas Keputusan Presiden (Kepres) Nomor: 159/TPA tahun 2020
tentang penetapan Dance Yulian Flassy sebagai Sekda Papua, yang ditandatangani
Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Kabinet RI, Farid Utomo.
Kalau dilihat dari ranking
nilainya,sosok yang tepat adalah Doren wakerwa. Walaupun masyarakat ada pro dan
kontra namun Karena negara berkuasa,dan rakyat tidak berdaulat akhirnya Dance
Yulian Plassy diterima sebagai Sekda definitif.
Seiring waktu dan tak lama
kemudian,Disaat Gub.Papua sedang dalam proses pengobatan di Jakarta.
Lagi-lagi Pemprov Papua mengalami duka
yang mendalam dimana Wagub sebagai Plt.Gub. meninggal dunia tiba-tiba di Rumah
Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta
Pusat, Jumat 21 Mei 2021 sekitar pukul 04.00 Waktu Indonesia Barat, dikarenakan
sakit jantung.
Lagi–lagi disituasi papua dalam duka, negara mengagetkan masyarakat Papua dimana
Pak gub Lukas Enembe melakukan pengobatan di Singapura dan Sekda Dance Yulian
Plassy ditunjuk oleh Kemendagri Tito Karnavian sebagai Plt. Gub Papua
dikarenakan maladministrasi.
Setalah Ditetapkan Plt.Gub Papua belum lewat satu minggu sudah menyerukan
Pemekaran di papua selatan akan jadi,Hal ini terbukti dengan
banyaknya rekayasa dalam Organisasi perangkat
daerah dimana oknum tertentu memainkan untuk Otsus itu dilanjutkan walaupun
masyarakat Papua Tolak dengan keras. Tantangan demi tantangan dilewati kini Pak
Gub telah pulih dari sakitnya dan sudah kembali ke Papua.
Dan sekarang rakyat Papua sedang menunggu tanggapan Pemerintah prov Papua terhadap kelanjutan Otsus tersebut sebab UU Otsus telah mengatur lanjut dan tidak ada ditangan,lembaga legislatif,eksekutif dan lembaga pelaksana MPR'MRPB. Dimana dalam RDP telah menunjukan Rakyat papua ditidak dibutukan Otsus dilanjudkan dan minta Referendum.
SAMPAI
DIMANA HASIL RAPAT DENGAR PENDAPAT (RDP)
Sebagai pelaksana representasi Otsus,
MPR'MRPB melakukan rapat dengar pendapat dengan tujuan untuk menampung aspirasi
rakyat terkait pelaksanaan Otsus sejak tahun 2001 hingga kini. Pelaksanaan
dilakukan perwilayah meepago di kab Dogiyai,tabi di kab sarmi, saireri di kab
Biak Numfor,Lapagoo di kab jayawijaya dan Animha di kab Merauke. Selama dua
hari yakni 17-18 November 2020.
Hasilnya wilayah
meepago menyatakan sikap tolak dan minta
referendum, wilayah saireri tidak
dilakukan
RDP secara sistematis alias tertutup dan tidak dilibatkan kepala suku
adat,diduga ada unsur politisasi hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Adat Suku
Byak (Manfun Kawasa Byak) Papua, Apolos Sroyer, dilansir dalam https://jubi.co.id/papua-sengkarut-otsus-jilid-ii-apolos-sroyer-rdp-mrp-dipolitisir-pemda/amp/
Untuk wilayah tabi,
menerima dengan positif hal ini terbukti minta Otsus dilanjutkan, wilayah
Lapagoo para segelintir orang yang diatas namakan LMA memalang MRP melakukan
RPD di daerah itu. Hal ini terbukti sebelumnya dilakukan aksi menuntut Otsus
dilanjutkan,Wilayah Animha,aksi massa dari 4 kabupaten sekitar 100 menggunakan
pick up menghadang MRP melakukan RDP dilaksanakan di wilayah tersebut itu,dan
menuntut Otsus dilanjutkan.
Hasil RDP yang
dilaksanakan lansung diserahkan kepada Gubernur Papua,Majelis Rakyat Papua
(MRP) merilis buku khusus berisi berbagai persoalan dan capaian selama 20 tahun
implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, yang dirangkum
melalui pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Buku bersampul biru dengan
bertuliskan Efektivitas Pelaksanaan Otsus Papua, diserahkan Ketua MRP, Timotius
Murib, kepada Gubernur Lukas Enembe di Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura,
Rabu (10/3/2021).
“Buku itu memiliki tiga
bagian. Namun secara keseluruhan menyimpulkan semua persoalan Papua selama
bergulirnya Otsus,”. Ada Tiga bagian
yakni pertama hasil pelaksanaan (RDP) Otsus Papua, kajian UU Otsus Papua
dari akademisi, dan capaian dari Otsus selama 20 tahun.
Sedangkan untuk RDP Papua
barat Menurut laporan media, Masyarakat Prov Papua barat serentak menolak Otsus
jilid 2 dilanjutkan dan minta referendum, hal ini disampaikan Ketua MRPB, Maxsi
Nelson Ahoren, semua elemen perwakilan
masyarakat asli Papua dari 12 kabupaten dan satu kota di Provinsi Papua Barat
asal dua wilayah adat (Domberai dan Bomberai), telah menyampaikan pendapat
dengan menyatakan penolakan terhadap perpanjangan Otsus dan meminta
‘referendum’.
Kesimpulan yang penulis
perlu garis bawahi adalah pengguna Otsus adalah pemerintah Papua dan
Masyarakat,hasil Otsus versi Papua ada
dalam Buku biru berisi lika-liku perjalanan Otsus Papua,Keinginan masyarakat
mau seperti apa juga tertuang dalam buku itu. Saya harap, buku yang mencatat
sejarah implementasi Otsus itu dipelajari oleh publik agar bersama dapat
pahami. Harapannya Semoga kita dapat membaca buku bersampul biru untuk mengetahui
karakter dan sikap dari hasil RDP,
karena itu adalah suara murni dari rakyat Papua tentang Otsus Papua.
Menanggapi RDP ini, terjadi Penyusutan dalam kebijakan oleh pimpinan Prov.Papua dan Papua barat,membawakan dampak yang serius dimana Gub.papua barat menyatakan Otsus jilid 2 dilanjutkan sedangkan Gub.Papua masih dalam raba-raba untuk mengambil keputusan, namun sebaliknya dikelabuinya dimana UU Otsus di DIV oleh Pansus peduli Kesejahteraan dan pembangunan Papua berdasarkan data yang disusun tanpa melibatkan Pelaksana dan pengawal ( representasi otsus) yaitu DPRP'DPRPB dan MPR'MRPB.
NASIP OAP JIKA OTSUS DILANJUDKAN
Perlu diketahui produk lahirnya otsus papua diberikan untuk menghilangkan
masalah-masalah politik papua,dengan memberikan
kesenjangan ekonomi,kesehatan,pendidikan dan sosisal serta hak-hak
kultular,dengan melibatkan Reaksi Pelanggaran HAM. Saat ini papua memiliki
banyak pelanggaran HAM yang layaknya bagaikan gunung yang tak berkujung
selesai,yang paling besar adalah wasior berdarah,abe berdarah,wamena
berdarah,deiyai berdarah dan paniai berdarah. Ada rencana untuk diselesaikan
melalui prosedur Hukun namun tetapi semua hanyalah janji,tetapi negara bayar kepala dengan uang dan keadilan tidak ditegakkan
Melihat dari reaksi
spontan Otsus Papua dilanjutkan sangat menarik dan menguntungkan bagi para elit politik di papua dan
Indonesia. Setelah terjadinya Otsus ( Otomoni khusus ) kini pemerintah pusat
telah respon untuk merubah manajemen penggunaan dana,serta pemekaran
diperbanyak dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat papua dalam konteks
pembangunan SDM serta Pembanguna Insfrastuktur.
Evaluasi otsus sudah berjalan dengan normar dan sudah dilakukan secara
komprensif oleh MRP’MRPB dan telah menemukan masalah yang patut diselesaikan
dan itu melalui Draf RUU Otsus Plus. Pemerintah papua mendorong Draf itu
disidangkan di DPR RI untuk mengesahkan namun tidak ada responsif baik dari
pemerintah pusat. Pada hal otsus plus sangat diperuntungkan bagi Rakyat Papua.
Kemauan rakyat papua dan pemerintah papua tidak diindahkan oleh pemerintah
pusat,rakyat papua menolak otsus papua sedangkan pemerintah papua mendorong
otsus plus di tetapkan itu artinya adanya ketidaksambungan antara pemda pusat
dan pemda papua. Yang jelas otsus papua akan dilajudkan dengan didorong
pemekaran diperbanyak dan kesejahteraan dirasakan oleh masyarakat papua.
Dampak serius yang akan dirasakan oleh rakyat papua pasca otsus jilid ll dilanjudkan adalah hak-hak akan dicabut,pelanggaran Ham akan terbertambah kearifan lokal papua akan semakin menurun,migrasi akan bertambah. Nantinya mutiara hitam akan hilang Papua akan tinggal nama saja melihat dari histori sejak adanya Otonomi khusus itu diperlakukan.
Jadi kesimpulannya adalah perlu klarifikasi Akar masalah papua,dimata otsus
dari segi substansi dan niat politik, UU Nomor 21/2001
tentang Otonomi Khusus (Otsus) dibuat sebagai instrumen untuk untuk
menyelesaikan empat akar masalah di Papua. Empat akar masalah itu adalah
kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kekerasan
negara dan tuduhan pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah
Papua. Berdasarkan empat akar
masalah ini pemerintah mengambil langka yang terbaik untuk menyelesaikan,dan
perlu adanya Evaluasi untuk menyusut selesai segala permasalahn yang dialami
rakyat papua berdasarkan hukun dan norma yang berlaku di republik ini.
Penulis adalah Mahasiswa
Papua